Cerpen "Hilang"

 Hilang

 

            Pagi ini cuaca begitu cerah membuatku dapat mengubah suasana hati yang penat karena setumpuk tugas yang menghantui semalaman. Sekarang aku harus bangkit dari tidurku dan bergegas untuk mandi karena pagi ini aku harus berangkat sekolah. Roni sudah menungguku di bawah untuk mengajak berangkat bersama. Akupun segera bersiap-siap agar tidak terlambat. Tak lama kemudian akupun sudah siap untuk berangkat tanpa sarapan kita langsung berangkat.

            “Ibu Rani berangkat dulu, assaalamualaikum” pamitku sambil bersalaman.

            “Tante kita berangkat dulu, assalamualaikum” pamit Roni sambil bersalaman.

            “Waalaikumsalam hati-hati kalian” jawab Ibu.

Kita pun segera berangkat agar tak kesiangan sampai sekolah. Di perjalanan kita banyak mengobrol dan bercanda seperti layaknya sepasang kekasih. Sesampai di sekolah Roni dan aku menuju kelas masing-masing. Aku kelas IPS sedangkan Roni kelas IPA. Jurusan kita berbeda yang membuat kelas kita tan sama.

            Jam istirahat berbunyi Roni sudah mnungguku di depan kelasku. Akupun segera keluar untuk menemui Roni yang sedang menungguku. Aku dan Roni pergi ke kantin untuk menghilangkan bunyi-bunyi aneh yang terdapat dalam perut kita berdua. Bunyi itu sangat keras bila kita tak segera mengisinya. Kita tertawa saat mendengar bunyi yang aneh. Tak lama-lama kita langsung memesan makanan. Setelah bunyi tersebut hilang kitapun segera masu kelas karena bel masuk sudah terdengar. Kita melanjutkan pelajaran selanjutnya. Bel pulang berbunyi aku dan Roni segera keluar kelas dan mengambil motor, lalu pulang.

            Roni tak langsung mengajakku pulang, melainkan Roni mengajak pergi ke taman. Kita mencari tempat yang dingin dan menemukan di bawah pohon yang amat besar. Ku melihat wajahnya, ku tatap senyum manisnya dan ku tatap mata indahnya.

            “Maafkan au Ran, aku harus mengatakan ini sekarang, meski ini berat untuk kau dengar tapi aku harus mengatakannya” ucap Roni padaku.

            “Apa yang ingin kau kataan Ron ?” ucapku dengan nada penasaran.

            “Aku besok mau pindah ke Bandung bersama semua keluargak” jawab Roni dengan nada sedih.

Hatiku sedih, kecewa saat mendengar kata itu keluar dari mulutnya. Air mataku perlahan menetes dan tak sanggup lagi ku tahan. Kini semakin deras vmembahasi pipiku.

            “Jangan menangis Ran, ini juga berat untukku meninggalkanmu, tapi bagaimana lagi aku harus ikut keluargaku” kata Roni menjelaskannya.

Aku tak sanggup berkata-kata hanya air mata yang bisa keluar. Roni memelukku dengan rasa bersalah. Tai aku harus bisa menerima keputusan Roni karena itu juga demi kebaikannya.

            “Apakah kau bisa berjanji untuk kembali padaku lagi” ucapku sambil menangis.

            “Aku akan kembai Rani untukmu” kata Roni merayuku.

Perlahan-lahan dia melepaskan pelukannya dan mengantarku pulang. Aku tak bisa membayangkan bila dihidupku tak ada sosok seperti Roni apakah aku sanggup hidup tanpa Roni. Semalaman aku tak bisa tidur karena masih memikirkan Roni yang mau pindah ke Bandung. Ya Tuhan mengapa engkau tega biarkan aku kehilangan orang yang sangat ku sayangi. Mungkin hidupku akan berubah saat aku tak lagi bersamanya. Betapa bahagianya saat bersamanya dan betapa sakitnya saat berpisah darinya. Kini ku mengerti artu kehilangan orang yang berarti. Tak kurasa pagi sudah mulai menampakkan sinarnya aku yang baru saja bisa tidur tak lama kemudian terdengar suara mengetuk pintu kamarku.

            “Anak, ada Roni di bawah ayo segera turun” kata ibu padaku.

Mendengar suara ibu akupun merasa senang sekali tapi senangku hanya sementara karena ternyata Roni hanya ingin berpamitan dengan aku dan ibu. Aku langsung tersipu lemas tak berdaya ku kira mimpi bagiku tapi ternyata itu kebenarannya. Saat Roni berpamitan denganku air mataku tak kunjung henti walau Roni sudah pergi meninggalkanku tetap saja air mata ini tak bisa ku hentikan.

            “Sabar anak, Roni pergi karena ada urusan” kata ibu merayuku.

Aku masih tak bisa berkata-kat hanya air mata yang mampu menjawabnya. Air mata tak kunjung berhenti aku merasa sangat kehilangannya. Hatiku bergetar hebat saat aku membayangkan kenangan manis bersamanya, ku membayangkan wajah manisnya yang tersenyum bila melihatku. Kurasa tubuhku melayang bebas, berkali-kali ku ingin mendengar teriakanmu memanggilku, namun tak ada jawabnya untuk semua pertanyaanku. Kurasa tulang punggungku tak berdaya untuk berdiri. Entahlah aku merasa sanagt kecewa dan terluka saat kau jauh dariku. Kini tinggal puing-puing kenangan yang bisa ku ingat dan menjadikan kenangan terindah dalam hidupku. Tak dapat kutemui dirimu menjemputku lagi. Kini semua telah sirna seperti debu yang terbawa angin. Mataku sembab air mata sedikit demi sedikit mereda dari mataku. Tapi itu tak membuatku melupakan semuanya. Aku sangat terluka bahkan hatiku hancur berkeping-keping seperti kepingan kaca yang terpecahkan. Namun aku masih tetap dengan pendirianku untuk menunggunya kembali padaku, walaupun hanya semu, namun aku setia menunggu.

Komentar